Foto artikel: 

[size= small]Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan sebuah kelainan pada struktur dan fungsi jantung yang ada sejak bayi dilahirkan. Diperkirakan ada lebih dari empat puluh ribu bayi lahir dengan PJB tiap tahunnya di Indonesia. Selain terapi pembedahan, terdapat sebuah terapi berupa intervensi kardiologi. Terapi ini merupakan pilihan lain yang diperuntukkan bagi kasus PJB sederhana.

Walaupun pengetahuan dan teknologi dalam bidang bedah jantung semakin berkembang, namun angka kematian dan kesakitan pascabedah masih perlu diturunkan. Kendala yang dihadapi antara lain: teknik yang cenderung sulit dilakukan karena objek dan lapangan pembedahan yang berukuran sempit, struktur anatomis yang abnormal sehingga memperumit prosedur pembedahan, penggunaan pintas jantung paru (PJP) dengan risikonya, penggunaan teknik hipotermia dan henti jantung yang terkadang diikuti dengan henti sirkulasi, dan rendahnya daya tahan tubuh bayi dengan PJB kompleks.

Penggunaan mesin PJP pada pembedahan jantung terbuka memerlukan sirkulasi ekstrakorporeal. Hal ini menyebabkan terjadinya cedera iskemia-reperfusi dimana kontraktilitas jantung menurun. Pada beberapa penelitian, cedera iskemia reperfusi pascabedah jantung terbuka juga menyebabkan terjadinya apoptosis. Apoptosis pada kardiomiosit dapat menghambat prosedur ischemic preconditioning (IPC).

IPC merupakan mekanisme adaptasi miokardium melalui periode singkat iskemia-reperfusi untuk meningkatkan toleransi jantung terhadap periode panjang iskemia-reperfusi. Bertolak pada uraian tersebut, [b]dr. Jusuf Rachmat, SpB, SpBTKV(K), MARS[/b] kemudian melakukan percobaan pembedahan jantung terbuka pada hewan coba babi dengan mesin PJP untuk membuktikan terjadinya cedera iskemia-reperfusi. Penggunaan hewan coba babi disebabkan karena secara fisiologis dan anatomi jantung hewan tersebut mirip dengan manusia.

Penelitian tersebut dilakukan selama medio Maret-Oktober 2012 dengan melibatkan 12 ekor babi. Jumlah hewan coba dibagi dalam dua kelompok. Kelompok yang mendapat stimulus IPC dan kelompok tanpa stimulus IPC (kelompok kontrol). Dari penelitian tersebut, stimulus IPC terbukti dapat mempertahankan kinerja jantung secara bermakna.

Pemaparan hasil penelitian tersebut dilakukan dengan baik oleh dr. Jusuf Rachmat, SpB, SpBTKV(K), MARS pada sidang promosi doktoralnya Rabu (23/1) lalu. Diketuai oleh [b]Prof. dr. Pratiwi P. Sudarmono, SpMK(K), PhD[/b], disertasi berjudul [b][i]“Efek Ischemic Preconditioning pada Bedah Jantung Terbuka Fokus terhadap Apoptosis Akibat Cedera Iskemia-Reperfusi pada Anak Babi”[/i][/b] ini berhasil dipresentasikan di hadapan tim penguji. Bertindak selaku ketua tim penguji [b]Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, SpPD-KEMD[/b] dengan anggota tim penguji [b]Prof. dr. Herawati Aru Sudojo, PhD[/b] (Lembaga Biomolekuler Eijkman) ; [b]Dr. dr. Mulyadi M. Djer, SpA(K) ; dr. Nurhadi Ibrahim, PhD ; dan Prof. Dr. Med.dr. Puruhito, SpBTKV[/b] ( FK Universitas Airlangga, Surabaya).

Disertasi yang disusun dibawah bimbingan promotor [b]Prof. Dr.dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K)[/b] dan ko promotor [b]Prof. dr. Frans D. Suyatna, SpFK, PhD[/b] dan [b]Dr. drh. Gunanti, M.S[/b] (FKH Institut Pertanian Bogor) ini kemudian meluluskan Jusuf Rachmat menjadi doktor di bidang ilmu kedokteran FKUI. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi penelitian awal yang dapat memberi gambaran lebih jelas mengenai mekanisme terjadinya gangguan fungsi jantung pascabedah jantung terbuka. [b](Mel/Dan/Die)[/b][/size]