Salah satu program dalam rangkaian Dies Natalies FISIP UI pada tahun 2014 adalah serial bedah buku sivitas akademika FISIP UI. Pada 21 Februari 2014, FISIP menyelenggarakan bedah buku Antropologi Agama dan buku Bisa Dewek: Kisah Perjuangan Petani Pemulia Tanaman di Indramayu. Kedua buku ini ditulis untuk membeberkan sudut pandang antropologi dalam membahas permasalahan yang ada di dalam masyarakat, termasuk permasalahan agama dan ekonomi. Dalam acara ini, FISIP menghadirkan Dr. Tony Rudyansjah dan Prof. Dra. M.A. Yunita Triwardani W., M.S., M.Sc., Ph.D. sebagai pembicara.

Buku Bisa Dewek bercerita tentang perjuangan petani di Indramayu membuat benih padi agar tidak tergantung pada benih yang dibuat oleh industri pabrik. "Sebagai antropolog, mau tidak mau kita selalu berpihak pada apa yang kita teliti sebab antropologi adalah ilmu yang humanis. Sedikit atau banyak, kedatangan para antropolog pasti akan memengaruhi dalam program ini meskipun pada dasarnya ini program pemerintah," tutur Yunita.

Petani-petani tersebut melakukan berbagai cara agar dapat berhemat dalam pembelian benih padi. Hal ini juga tidak dapat dilepaskan dari Revolusi Hijau. Sebelum adanya Revolusi Hijau, petani-petani tersebut dapat menyeleksi sendiri benih yang akan mereka tanam. Sementara itu, setelah adanya Revolusi Hijau, petani-petani tersebut harus membeli benih buatan perusahaan yang harganya tidak sebanding dengan hasil panen. Oleh karena itu, muncullah kelompok petani pemulia tanaman di Indramayu.

Buku ini merupakan kolaborasi antara petani dan antropolog-antropolog muda Indonesia yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama buku ini bercerita tentang bagaimana kolaborasi tersebut dapat terjadi, sedangkan bagian kedua membahas hasil penelitian etnografi para antropolog tersebut dalam penjelasan fenomena bagaimana perubahan keterampilan dan pengetahuan petani-petani tersebut dalam usaha "pemulia tanaman" di Indramayu. Ulasan tersebut dilihat dalam berbagai dimensi.

Selain menghasilkan buku, penelitian para antropolog tersebut juga menghasilkan sebuah film etnografi berjudul Bisa Dèwèk. Film ini adalah film dokumenter yang diambil dari sudut pandang etnografi. Tidak beda jauh dari bukunya, film ini juga bercerita tentang kisah perjuangan para petani "pemulia tanaman" di Indramayu.

Film dimulai dengan gambaran sawah dan petani-petaninya. Di dalam film juga terdapat wawancara terhadap orang-orang yang dianggap berperan penting dalam usaha ini, misalnya pelaku "pemulia tanaman" atau bahkan kepala dinas pertanian yang mengambil kebijakan. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk membuka pandangan baru terhadap kehidupan petani yang sedang bergulat di antara pemakaian benih pabrik, pembunuh hama nonorganik, atau kembali pada sistem pertanian masa lampau yang mengandalkan segala sesuatu yang organik. (FSN)