Promosi Doktor Cucunawangsih
Penyakit dengue mempunyai gejala klinis dan tanda yang mirip dan sulit dibedakan dengan penyakit infeksi virus lain yang disebabkan oleh virus Japanese B encephalitis dan virus chikungunya, terutama pada fase awal demam. Akibatnya, diagnosis sering terlambat atau terkacaukan dengan penyakit lain yang mirip. Hal ini akan menurunkan efektivitas penggunaan diagnosis klinis sebagai tindak lanjut penanganan pasien ataupun kewaspadaan saat terjadi kejadian luar biasa (KLB). Inilah yang menjadi landasan bagi Cucunawangsih, tenaga pengajar Universitas Pelita Harapan, dalam membuat disertasi yang berjudul, “Diagnosa Penyakit Dengue Fase Awal Demam pada Pasien Dewasa di Fasilitas Kesehatan Primer dengan Metode Skoring.”
Disertasi ini diuji dalam sidang promosi doktor yang dilaksanakan Selasa (10/07) di Ruang Promosi Doktor FKM UI, Kampus Depok. Sidang dipimpin oleh Drs. Bambang Wispriyono, Apt., Ph.D. dengan Tim Penguji terdiri dari Prof. Dr. dr. Djoko Widodo, Sp.P.D.(K)., Prof. Dr. dr. Sudarto Ronoatmodjo, S.K.M, M.Sc., Dr. Cicilia Windiyaninsih, dr. Mondastri Korib Sudaryo, M.S., D.Sc., dan dr. Tjahjani Mirawati Sudiro, Ph.D.. Dalam menyusun disertasinya, Cucunawangsih dibimbing oleh promotor Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, M.H.Sc. dan kopromotor Prof. dr. Herdiman T. Pohan, Sp.P.D.(K). dan Prof. dr. Agus Syahrurachman, Sp.M.K., Ph.D..
Melalui penelitian ini, Cucunawangsih mencoba memberi model skor diagnosis dengue yang lebih akurat agar tanda-tanda penyakit dapat dibedakan sejak awal sehingga tidak terlambat. Model skor diagnosis dengue terdapat dua jenis yaitu model skor diagnosis presumtif dan model skor diagnosis probable dengue.
Model skor presumtif dengue dibentuk oleh jumlah leukosit, jumlah trombosit, jumlah monosit, lama demam, uji torniquet, dan mialgia, sedangkan model skor probable dengue dibentuk oleh monosit, lama demam, uji tourniquet, mialgia, dan uji NS-1. Masing-masing skor mempunyai nilai prediksi terhadap kejadian dengue yang tinggi, yaitu 81% untuk model presumtif dan 86% untuk model probable. Kedua model ini mempunyai nilai sensitivitas yang lebih tinggi dibanding nilai spesifisitas sehingga cocok untuk skrining fase awal penyakit dengue.
Setelah mempertahankan disertasinya di hadapan penguji, Cucunawangsih berhasil menjadi doktor ke-38 di program studi Epidemiologi dan ke-123 di FKM UI dengan yudisium "cum laude." (RZQ)
- Login to post comments