Promosi Doktor Hidra Irawan Satari
Imunisasi merupakan upaya pencegahan di bidang kesehatan terbesar dalam abad ini yang membuktikan bahwa pencegahan lebih baik dari pengobatan. Dalam salah satu goal dari the Millenium Development Goals (MDGs), yaitu goal keempat adalah menurunkan dua per tiga angka kematian balita. Dalam upaya mencapai MDGs, maka pencegahan penyakit pada balita menjadi prioritas, salah satunya melalui upaya imunisasi. Di lain pihak, penyediaan air bersih, pemberian nutrisi yang seimbang, pemberian air susu ibu selama enam bulan, mempunyai peran besar dalam mengurangi kematian pada anak.
Untuk mempertahankan keberhasilan program imunisasi, maka keamanan vaksin menjadi hal yang paling utama. Perkembangan pembuatan vaksin maju pesat pada sepuluh tahun terakhir seiring dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran. Pada dasarnya pembuatan vaksin harus aman, namun dapat menghasilkan antibodi yang tinggi dan bertahan lama. Berbagai bahan digunakan untuk membuat vaksin. Namun dalam beberapa bahan tersebut ada yang dapat menimbulkan reaksi. Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) tersebut dapat terjadi baik lokal pada tempat suntikan maupun sistemik.
Seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi, reaksi KIPI meski secara proporsi jumlahnya tetap, namun secara kuantitatif meningkat. Peningkatan KIPI tersebut dapat mengurangi kepercayaan masyarakat untuk mendapatkan imunisasi sehingga mengurangi cakupan imunisasi yang akhirnya dapat menimbulkan kembali penyakit-penyakit yang dapat dicegah. Di lain pihak, kemajuan teknologi dan peningkatan pengetahuan tentang teknologi pembuatan vaksin mengalihkan para peneliti untuk melakukan penelitian tentang keamanan vaksin. Apabila upaya terhadap KIPI tidak segera secara efektif diatasi, maka akan menimbulkan keresahan masyarakat.
Reaksi KIPI bervariasi dari ringan hingga berat. Penting untuk dipantau adalah KIPI serius yaitu kematian, keadaan yang mengancam jiwa, memerlukan perawatan rumah sakit, kecacatan, serta menimbulkan keresahan. Pada kasus KIPI sangat diperlukan klasifikasi kualitas untuk menentukan apakah ada hubungan antara KIPI dengan vaksin yang diberikan. Meskipun data yang didapat tidak selalu dapat menemukan bukti yang pasti hubungan kausal antara vaksin dan risiko tertentu, namun sistem pelaporan yang baik dapat memberikan petanda bagi pengelola program, untuk mengatasi kejadian KIPI yang harus segera ditelusuri. Berdasarkan latar belakang inilah diperlukan membuat prediction model untuk menganalisis faktor prediktor dalam menentukan prognosis kejadian KIPI serius melalui kartu penapisan.
Pembuatan model kartu penapisan kemudian dilakukan oleh dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.TropPaed. Ia berhasil merancang kartu prognostik KIPI yang dapat digunakan pada setiap subjek yang akan diimunisasi. Apabila subjek mempunyai skor prognostik KIPI serius risiko tinggi maka dianjurkan untuk melakukan vaksinasi di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Presentasi model kartu penapisan baru ini dipresentasikan Hindra pada sidang disertasi doktoralnya yang dilangsungkan pada Kamis (19/7) di Ruang Senat Akademik Fakultas, FKUI - Jakarta. Sidang yang diketuai oleh Dr. dr. Siti Setiati, SpPD(K) ini berhasil mengantarkan Hindra menjadi doktor dalam Ilmu Kedokteran di FKUI. Disertasi Hindra berjudul ”Prediktor Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Serius pada Program Imunisasi di Indonesia: Menyusun Kartu Penapisan” disusun dengan bimbingan promotor Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K) dan ko promotor Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc. Adapun ketua tim penguji yaitu Prof. Dr.dr. Sarwono Waspadji, SpPD-KEMD dengan anggota Prof. dr. Arwin Akib, SpA(K) ; Prof. Dr.dr. Agus Purwadianto, SH, SpF(K) ; Prof. Dr. dr. Ismoediyanto, SpA(K) (FK Universitas Airlangga-Surabaya) ; dan Dr. dr. Julitasari Sundoro, MSc-PH (Konsultan di Global Alliance Vaccine Initiative (GAVI) dan Supporting Independent Vaccine Advisory Committee (SIVAC) )
Melalui penelitian dan penggunaan pada bayi baru lahir ini, kartu penapisan tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya KIPI serius dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat akan imunisasi. (Mel/Die)