Refleksi Pemikiran Gus Dur, Cak Nur, dan Kang Moeslim
Abdurrahman Wahid Centre Universitas Indonesia (AWC UI) menggelar, “Dialog Muda Membangun Karakter Bangsa: Refleksi Pemikiran dan Aksi Abdurrahman Wahid, Nurcholis Madjid, Moeslim Abdurahman” di Ruang Sinema, Perpustakaan UI, Kamis (09/08). Diskusi dimoderatori oleh Dr. Mahmoud Syaltout, hadir Dr. Yudi Latif (Pendiri Nurcholis Madjid Society), Dr. Ahmad Najib Burhani (Pemuda Muhammadiyah, Anggota Maarif Institute), Romo Dr. Benny Susetyo (Sahabat Gus Dur, Cak Nur, dan Kang Moeslim), serta Ahmad Suaedy, M.Hum. (Komunitas BNU dan AWC UI) sebagai pemateri.
Romo Benny memaparkan, Gus Dur melihat agama tidak hanya sebagai teks yang kaku. “Agama selama ini hanya dilihat sebagai suatu yang kering sehingga memberatkan, bukan malah membebaskan. Gus Dur melihat, agama harus diaktualisasikan ke dalam konteks sehingga tidak kaku dan kita mendapat kebebasan dari perasaan damai yang dicapai,” tutur Romo Benny.
Jika Gus Dur menitikberatkan kontekstualisasi, Kang Moeslim berfokus pada kebermanfaatan Islam bagi masyarakat. “Menurut Kang Moeslim, jangan sampai agama hanya dijadikan identitas, tetapi juga lebih mengena di hati masyarakat,” ujar Dr. Ahmad Najib. Dr. Yudi menjelaskan, pemikiran Cak Noer berkisar pada integrasi Islam dengan budaya ke-Indonesiaan. “Selama ini, Islam dapat berkembang dan diterima dengan baik di Indonesia karena adanya integrasi dengan budaya setempat,” tutur Dr. Yudi. (YV)
- Login to post comments