Serba Serbi Pejabat Rektor UI
Dalam kiprahnya sebagai sebuah lembaga pendidikan, Universitas Indonesia (UI) selama ini telah melalui beberapa periode kepemimpinan, mulai dari era Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokrohadisoerjo sampai era Prof. dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri. Diantara era-era kepemimpinan tersebut, ada masa-masa peralihan yang terjadi di dalam riwayat kepemimpinan UI. Dalam masa-masa ini terdapat suatu posisi yang dinamakan “Pejabat Rektor”. Pejabat rektor atau Pj. rektor adalah suatu jabatan sementara sebagai pengganti rektor yang mempunyai kewenangan, tanggung jawab, dan kekuasaan yang sama dengan rektor. Masa jabatan Pj. rektor adalah sampai rektor definitif yang baru terpilih. Biasanya posisi Pj. rektor di UI ada karena terdapat masa peralihan atau kondisi-kondisi tertentu seperti rektor yang menjabat meninggal sebelum masa jabatannya habis, juga apabila status UI tidak memungkinkan untuk pelaksanaan pemilihan rektor dengan segera sehingga diperlukan adanya pimpinan sementara untuk memegang tampuk kekuasaan di UI.
Posisi Pj. rektor dibedakan dengan posisi pelaksana harian rektor (Plh. rektor), karena Plh. rektor hanya mempunyai kewenangan dalam masalah administrasi dan surat-menyurat sedangkan Pj.rektor mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penuh sebagaimana layaknya rektor. Plh. rektor ditunjuk langsung oleh rektor secara tertulis. Hal ini sesuai dengan AD/ART UI pasal 37 ayat 5 yang menyebutkan bahwa jika rektor berhalangan tidak tetap (sementara) maka rektor dapat menunjuk secara tertulis seorang atau dua orang wakil rektor untuk mewakilinya atas nama universitas.
Dalam sejarah UI, ada beberapa Pj. rektor yang telah mengisi masa-masa peralihan di UI sebelum tampuk kepemimpinan diserahkan kepada rektor terpilih. Berikut nama orang-orang yang pernah menjadi Pj. Rektor UI:
1. Prof. dr. R. Slamet Iman Santoso (1973?1974)
Prof. dr. R. Slamet Iman Santoso adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Psikologi di UI. Berkat jasanya dalam bidang psikologi, dikenal sebagai Bapak Psikologi Indonesia. Walaupun begitu, ternyata latar belakang pendidikannya adalah ilmu kedokteran. Ia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS), Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada 1912-1920, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) pada 1920?1923. Ia kemudian melanjutkan sekolah ke MAS-B, Yogyakarta (1923?1926), Indische Arts Stovia (1926?1932), dan Geneeskunde School of Arts Batavia Sentrum (1932?1934).
Pada masa kepemimpinan Kolonel dr. Sjarif Thajeb (1962–1964) dan Prof. Dr. Ir. R.M. Soemantri Brodjonegoro (1964?1968 dam 1968–1973), Prof. Slamet saat itu menjadi Pembantu Rektor Bidang Akademis (Pembantu Rektor I). Prof. Soemantri pada era kepemimpinannya merangkap jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam Kabinet Pembangunan II pada tahun 1973?1978 sehingga waktunya banyak tersita oleh pekerjaannya di kementerian. Oleh karena itu, tugas hariannya sebagai rektor sering diserahkan kepada Prof. Slamet. Ketika Prof. Soemantri wafat, Prof. Slamet diangkat menjadi Pejabat Rektor oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ad interim pada saat itu, Syarief Thayeb. Prof. Slamet Iman Santoso menjadi Pejabat Rektor UI selama setahun sebelum akhirnya tampuk kepemimpinan UI diserahkan kepada Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono sebagai rektor ke?VIII UI.
2. Prof. dr. W.A.F.J. Tumbelaka (1985?1986)
Prof. Tumbelaka adalah Guru Besar Ilmu Kedokteran FK UI yang mengambil program spesialisasi kedokteran anak di FK UI. Setelah itu, ia sempat belajar di Amsterdam (1955) dan Kanada (1962) serta menjadi Dekan FK UI periode 1970?1977. Ia juga menjadi Presiden ASEAN Pedriatic Federation dan Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) pada 1981 dan tercatat sebagai Pahlawan Sulawesi Utara di bidang Pendidikan.
Pada era kepemimpinan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (1982?1986), Prof. Tumbelaka menjabat sebagai Pembantu Rektor bidang Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat. Jabatan ini sama dengan jabatan Wakil Rektor I sekarang. Ia juga menjadi Pelaksana Harian Rektor pada saat Prof. Nugroho menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Pembangunan IV (1983?1988). Kesibukan Prof. Nugroho tidak memungkinkan dirinya untuk secara maksimal mengurus UI sehingga banyak pengerjaan tugas harian yang dibantu oleh Prof. Tumbelaka.
Prof. Nugroho meninggal dunia pada tanggal 3 Juni 1985. Satu bulan setelah Prof. Nugroho meninggal dunia, Prof. Dr. J.B. Sumarlin selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ad interim menugaskan Pembantu Rektor I bertindak sebagai Pejabat Rektor UI sampai rektor baru UI terpilih. Pengangkatan tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 325/C/1985 tanggal 3 Juli 1985. Setelah setahun menjabat, Prof Tumbelaka melakukan serah terima jabatan kepada Prof. Dr. Sujudi, Rektor UI ke?XI, pada 15 Januari 1986.
3. Prof. dr. Usman Chatib Warsa, Sp.MK, Ph.D. (2001?2002)
Prof. Usman berlatar belakang spesialisasi mikrobiologi FK UI (1990) dan brevet mikrobiologi FK UI (1976). Sebelumnya, ia berhasil lulus dari Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1972 dan menjalani pendidikan S3 di Kobe University pada tahun 1997. Setelah itu ia menjadi pengajar di FK UI dari tahun 1972. Ia menjadi Pembantu Dekan I FK UI pada tahun 1997?1998 dan Kepala Bagian Mikrobiologi pada tahun 1985?1994. Kemudian ia menjadi Pembantu Rektor bidang Akademik, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat (Pembantu Rektor I) pada masa kepemimpinan Prof. Dr. dr. Asman Boedisantoso Ranakusuma (1998?2002).
Ia menjadi pejabat rektor pada saat itu karena adanya peralihan status UI dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang disahkan pada pertengahan Desember 2008 memberi payung hukum bagi empat PTN, termasuk UI, yang statusnya menjadi BHMN melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum Pendidikan dan PP No. 150-154 Tahun 2000. Dalam PP No. 152 Tahun 2000 yang menjadi dasar hukum UI sebagai BHMN disebutkan bahwa tata cara pemilihan rektor dapat dilakukan melalui pembentukan Panitia Pemilihan Rektor oleh Majelis Wali Amanat (MWA) yang bertugas menyeleksi bakal calon rektor melalui mekanisme kompetisi terbuka. Namun, pada saaat itu MWA belumlah terbentuk. Oleh karena itu, MWA beserta badan perangkat lainnya harus terbentuk terlebih dahulu agar pemilihan rektor dapat dilaksanakan. Sementara UI masih berproses dan belum memiliki rektor, Prof. Usman diangkat sebagai Pejabat Rektor UI dan pada akhirnya menjadi Rektor UI definitif untuk periode 2002?2007.
Setelah Prof. Usman selesai menjabat, Prof. dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri menjabatsebagai Rektor UI untuk periode 2007?2012. Setelah era kepemimpinan Prof. Gumilar, terjadi kekisruhan di internal UI yang menyebabkan pemilihan rektor untuk periode selanjutnya tidak bisa dilaksanakan karena belum mempunyai dasar hukum yang jelas. Dalam masa ini, agar UI dapat berjalan dengan normal, diangkatlah Pejabat Rektor Sementara (Pjs.) Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc. yang saat itu juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi RI untuk memimpin UI sampai terpilih rektor berikutya.
Namun, ternyata pemasalahan hukum di UI menjadi berlarut-larut dan Prof. Djoko sendiri telah menjadi Pjs. Rektor UI sekitar 9 bulan. Masa jabatan Pjs. Rektor yang dirasa sudah berjalan terlalu lama menyebabkan MWA merasa perlu menetapkan pejabat rektor yang mempunyai kewenangan penuh sebagai rektor agar sistem di internal UI menjadi lebih efektif. Dengan surat keputusan bernomor 003/SK/MWA-UI/2013, MWA UI menetapkan Prof. Dr. Ir Muhamad Anis, M.Met. sebagai Pejabat Rektor UI sampai rektor definitif baru telah dilantik. Pengangkatan Prof. Anis sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga UI No. 40 yang menyebutkan bahwa bila rektor berhalangan tetap, maka Senat Universitas (SU) berhak mengajukan calon pejabat rektor yang berasal dari salah satu wakil rektor kepada MWA. Prof. Anis sendiri adalah Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (Warek I) pada masa kepemimpinan Prof. Gumilar. (WND)
- Login to post comments