Kantor Internasional Universitas Indonesia (UI) dan Korea Foundation mengadakan kuliah umum “Perspectives on Korean Economy, Inter-Korean Relation, and Its Culture” pada Selasa (21/05) di Balai Sidang UI. Acara ini dibuka oleh Prof. Dr. I. Ketut Surajaya, M.A.(Sekretaris Universitas) dan Namjin Zeon (Wakil Presiden Eksekutif Korea Foundation). Terdapat tiga narasumber yang dihadirkan untuk memaparkan masing-masing subtema ekonomi, politik, dan budaya.

Subtema yang pertama dipaparkan adalah “Development of Korean Companies and Business Culture in Korea” oleh Prof. Jongseok Kim. Prof. Jongseok membicarakan perkembangan dunia perekonomian Korea Selatan mulai dari era penjajahan Jepang sampai saat ini, di mana Korea Selatan telah menjadi salah satu pusat perekonomian dunia yang diperhitungkan. Prof. Jongseok menggarisbawahi peranan para wirausaha generasi pertama yang lahir dalam era 70-an dan pengaruhnya dalam perkembangan perekonomian Korea Selatan saat ini, seperti pendiri Hyundai, Samsung, LG, SK, dan POSCO.

Menurut Prof. Jongseok, para pengusaha inilah yang membuat perkembangan ekonomi Korea Selatan bisa semaju sekarang karena para pengusaha ini sangat berjiwa patriot nasionalisme, tidak mementingkan profit semata. Mereka juga memiliki konsep bisnis “octopus” atau gurita sehingga perusahaan-perusahaan yang mereka dirikan tidak hanya menguntungkan kantong-kantong pribadi mereka, tetapi juga mempunyai misi untuk membangun negaranya sendiri. Inilah sebenarnya kunci keberhasilan pembangunan ekonomi di Korea Selatan, tidak hanya sekedar karena kebijakan pemerintahnya dalam meliberalisasi ekonomi setelah perang dingin.

Subtema yang kedua adalah “Twenty Years of Crisis on the Korean Peninsula 1993-2013” oleh Prof. Sangyoon Ma. Dia membahas bagaimana konflik Korea Utara-Selatan dalam perang dingin memengaruhi kedua Korea dan bagaimana perkembangan konflik tersebut setelah era perang dingin. Era gencatan senjata pada The Sunshine Era (1998-2007) dan bagaimana upaya gencatan senjata tersebut akhirnya gagal juga dipaparkan. Dia juga mengatakan bahwa unifikasi dari kedua Korea adalah tujuan jangka panjang yang masih tetap ingin dicapai oleh Korea Selatan sebagai sebuah negara. Namun, untuk jangka pendek dalam mengatasi upaya-upaya provokasi militer oleh Korea Utara, dia menyarankan adanya suatu koordinasi kebijakan serta upaya pembentukan konsensus dari dunia internasional terkait isu keamanan di semenanjung Korea. Diharapkan dengan adanya tekanan dari dunia internasional, Korea Utara akan lebih berhati-hati dalam menggunakan kekuatan militernya untuk memprovokasi keamanan Korea Selatan.

Pemaparan subtema yang terakhir, yaitu “The Makings of Korean Wave, Then, and Now” disampaikan oleh Prof. Kyongmi Danyel Kwon. Dalam pemaparannya, Prof. Kyongmi menampilkan banyak video dan foto yang menggambarkan perkembangan dunia hiburan Korea. Pada era 60 sampai 70-an, dunia hiburan Korea masih sangat jelas berkiblat ke Barat, namun sekarang dunia hiburan Korea Selatan telah mempunyai warna sendiri yang mulai mendunia dan dikenal dengan fenomena Korean Wave.

Prof. Kyongmi menggarisbawahi besarnya peranan pemerintah Korea Selatan dalam membawa Korean Wave ini, terutama dalam bantuan finansial yang dikucurkan. Pada 1997 di mana Korea Selatan mengalami krisis ekonomi, kucuran dana negara justru tercurah paling banyak ke sektor industri hiburan, terutama industri film. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Korea Selatan saat itu melihat bahwa industri film bisa menjadi suatu komoditi yang dijual dan mempunyai nilai timbal balik jangka panjang yang bisa mendukung perbaikan perekonomian Korea Selatan, walaupun pada akhirnya perkiraan inipun meleset. Ternyata, yang menjamur dan memulai era Korean Wave adalah drama TV dan musik (K-Pop). Jadi, dapat disimpulkan bahwa peranan kebijakan ekspor budaya yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan sangat memengaruhi timbulnya Korean Wave sekarang ini.

Acara kuliah ini merupakan salah satu subbagian acara dari kegiatan Korea Festival in ASEAN yang diadakan oleh Korea Foundation. Subbagian acara lain yang terdapat dalam festival ini antara lain lokakarya, konser amal, pemutaran film, serta eksibisi yang akan diadakan di negara-negara ASEAN seperti Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam dari tanggal 16 Mei-23 Agustus 2013. Kuliah di Indonesia ini sendiri adalah kegiatan perdana yang memulai secara resmi kegiatan festival tersebut di wilayah Asia Tenggara. (WND)