Untuk ke lima kalinya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) menyelenggarakan The 5^th International Conference on Indonesia Studies (ICSSIS) pada 13-14 Juni 2013. Tahun ini, ICSSIS dilaksanakan di Hotel New Saphir, Yogyakarta. Sebagai kegiatan tahunan, ICSSIS merupakan acara yang dititikberatkan pada penyajian hasil-hasil kajian dan penelitian tentang Indonesia (Indonesian studies) yang menyatukan peneliti, pemerhati, mahasiswa, praktisi, pengamat, dan pelaku kebijakan dari kalangan nasional dan internasional.

Acara ini merupakan kontribusi UI untuk dunia ilmu kajian Indonesia, karena bidang ilmu kajian Indonesia sendiri lebih banyak digeluti dan dipelajari oleh peneliti-peneliti asing padahal seharusnya bangsa kita sendirilah yang paling mengetahui tentang kajian ini. Atas dasar tersebut, acara ICSSIS kali ini mengambil tema "Etnisitas dan Globalisasi". Dengan tema ini, diharapkan keragaman dalam ilmu Kajian Indonesia dapat dikembangkan dan dikenal sehingga lebih banyak lagi para peneliti lokal yang tertarik untuk mendalami bidang ini.

Menurut Humas FIB UI, Adi Kristina, tema besar “Etnisitas dan Globalisasi” akan dibahas ke sub-sub tema yang lebih kecil lagi. Di dalam acara ini, Adi mengungkapkan bahwa banyak topik yang dibahas, antara lain soal identitas kearifan lokal dan antropologi, konflik antar etnis dan pemecahannya, perubahan sosial dan keragaman, gender, hukum, religi, filsafat, seni dan ideologi budaya, teknologi, serta media.

Kegiatan ini juga membuka kemungkinan kerja sama jejaring yang bersifat interdisipliner antarpakar di bidang kajian Indonesia, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, serta mempererat jejaring kerja sama antara kalangan akademisi, praktisi, dan pelaku kebijakan. "Para peneliti yang berasal dari mancanegara dengan hasil risetnya memiliki perspektif masing-masing tentang Indonesia, demikian pula peneliti dari Indonesia dengan perspektifnya masing-masing. Kedua kelompok peneliti tersebut dapat berdialog untuk memberikan kontribusi bagi kajian Indonesia," tambahnya.

Menurut Dr. Irmayanti M. Budianto, M.Si. (Ketua Pelaksana ICSSIS), Yogyakarta dipilih menjadi tempat penyelenggaraan acara ini karena mempunyai makna tersendiri dalam perkembangan studi Indonesia. “Selain itu, Yogyakarta sebagai kota budaya dipilih sebagai tempat penyelenggaraan agar kegiatan ini menjadi lebih semarak dan menjadi ajang dialog bergengsi antarpakar kajian Indonesia, termasuk para Indonesianis, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," ujar Dr. Irmayanti. Acara ini menghadirkan dua pakar internasional di bidang kajian Indonesia sebagai pembicara kunci, yaitu Prof. Peter Brian Ramsey Carey (Trinity College, Oxford, UK) dengan tema pembahasan “Sejarah Jawa: Pangeran Diponegoro”, dan Timothy Mckinnon, Ph.D. (The American Institute for Indonesian Studies-AIFIS, US) dengan tema pembahasan “Antropologi Linguistik: Sumatera Barat”. Selain itu, hadir pula sekitar 150 pakar dari UI dan berbagai institusi di Indonesia, serta para pemapar makalah dari seluruh Indonesia yang lolos seleksi call for paper yang diadakan sebelum hari berlangsungnya acara.

Dengan segala persiapan yang telah dilakukan, acara yang dibuka oleh Dekan FIB UI Prof. Dr. Bambang Wibawarta, M.A. ini telah sukses membangun diskusi menarik yang melibatkan para peserta konferensi untuk mengamati potret keragaman kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Ada tiga hasil dari penyelenggaraan ICSSIS 2013, salah satunya adalah rekomendasi yang ditujukan kepada institusi/lembaga terkait/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupa strategi kebudayaan yang bertumpu pada:

1) Pendidikan di semua level yang mengedepankan multikulturalisme dalam berbagai kehidupan masyakat;
2) Aset budaya yang berupa keberagaman budaya yang harus dikelola dengan baik;
3) Sinergi budaya antar keberagaman budaya untuk mengurangi konflik antaretnik; dan
4) Cultural Policy yang terkait dengan seni, media, teknologi, dan industri budaya.

Selain strategi kebudayaan tersebut, konferensi ini juga merekomendasikan bahwa dunia akademis di Indonesia melalui bermacam institusi/perguruan tinggi harus mampu menjalin kerja sama di antara para pakarnya, mereka harus mampu berkomunikasi dengan para ahli yang bekerja di lembaga-lembaga penelitian, dengan pemerhati budaya Indonesia yang tinggal di dalam negeri dan luar negeri, dan harus mampu menyajikan informasi tentang Indonesia itu ke dunia internasional dalam bermacam media dan saluran.

Selain strategi kebudayaan dan rekomendasi tersebut, hasil lain dari konferensi ini adalah sebuah buku prosiding yang akan diterbitkan secara mandiri oleh FIB UI sekitar bulan November. Dr. Irmayanti mengatakan, “Untuk sekarang, buku prosiding ini sedang dalam tahap pengumpulan dan penyusunan. Buku ini akan dijual secara terbatas, dalam artian buku ini bisa didapat dengan cara memesan, tidak dijual di toko buku umum.” Selain itu, buku ini bisa didapatkan di perpustakaan UI. Diharapkan dengan adanya buku ini, pemikiran-pemikiran bagus dari para pembicara dalam acara ini dapat dibaca dan dikaji lebih jauh oleh para peneliti berikutnya sehingga dapat semakin memperkaya dunia ilmu kajian Indonesia. (WND)