Sekitar tahun 1960-an, dunia melakukan revolusi penggantian alat transportasi sepeda dengan alat transportasi berbahan bakar fosil. Beberapa tahun berlalu, bahan bakar fosil mulai menipis dan masyarakat sadar akan kerusakan lingkungan, kemacetan, meningkatnya tingkat kecelakaan, perlahan-lahan masyarakat kembali menggunakan sepeda.

Penelitian mengenai sepeda pun telah dilakukan sejak tahun 2006. Selain didorong rasa keingintahuan tentang sepeda, muncul pula semangat untuk menjadikan produk dalam negeri sebagai tuan rumah di negaranya sendiri. Indonesia dengan lebih dari 245 juta jiwa memiliki kebutuhan akan sepeda. Data tentang kebutuhan sepeda di Indonesia tersebut sebanyak 6 juta unit sepeda per tahun. Sementara itu, kapasitas industri yang ada hanya mampu memproduksi sebanyak 2 juta unit. Berarti, ada peluang pasar sebesar 4 juta unit sepeda.

Menarik untuk dicermati karena industri sepeda di Indonesia ternyata tidak sepenuhnya murni melakukan desain dan manufaktur sepeda. Kebanyakan produsen melakukan proses perakitan yang hanya memberi kontribusi sebesar 10% dari cost of product. Berdasarkan teori dan ilmu praktis yang ada, 70-80% cost of product ada pada tahap desain.

Kerja keras harus dilakukan dari semua kalangan masyarakat, pemerintah, swasta untuk untuk bisa menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Bukti menguasai teknologi dengan menghadirkan sepeda SeliqUI, sepertinya tidak cukup dan produk sulit bersaing dengan produk yang ada di pasaran dan di tengah pengakuan masyarakat yang masih cukup rendah terhadap produk dalam negeri.

Diperlukan terobosan baru untuk dapat membuka mata masyarakat bahwa produk dalam negeri itu ada dan harus diberi kesempatan untuk berkembang. Yaitu dengan mencoba memanfaatkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan nasional. Sebagai contoh, Pada tahun 2010, Pertamina memberikan kesempatan untuk membuat 2500 unit sepeda dalam waktu 3 bulan bagi anak-anak SD kelas 4 dan 5 dan dibagikan secara gratis dan merata ke 5 wilayah di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Semarang dan Surabaya).

Pada tahun 2011, Pertamina kembali memberi kesempatan, dengan membuat dan mendistribusikan 800 unit sepeda untuk wilayah Makasar dan Sorong. Esensi program ini adalah masyarakat mengetahui bahwa produk lokal itu ada dan bisa berfungsi selayaknya sepeda-sepeda merek lain. Bedanya adalah dirancang dan dibuat oleh industri dalam negeri walau baru 65% dan 35% masih tergantung kepada komponen luar Indonesia, yang sebenarnya bisa juga dibuat sendiri dengan alasan jumlah kebutuhan. Program ini juga mendorong untuk membantu sesama dan meningkatkan jiwa nasionalisme.

Tidak berhenti sampai disitu, tahun 2012, program “Sepeda Santri Indonesia” diluncurkan. Program yang menerapkan ilmu perancangan dan manufaktur “Low Cost Bicycle” kepada santri-santri pondok pesantren Hidayatullah, Kalimulya, Depok. Melalui dukungan Program Pengabdian Masyarakat UI 2012 - Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) UI mengadakan pelaihan membuat dan merakit sepeda yang diikuti oleh 23 peserta (siswa IPS) dan diselenggarakan dalam waktu 7 hari dengan menghasilkan 3 unit sepeda.

Manfaat dar program ini adalah meningkatnya penguasaan ilmu keislaman, memudahkan operasional pondok pesantren, membantu mengurangi pencitraan bahwa pesantren adalah sumber teroris, menumbuhkan produk dalam negeri, dan menyumbang demi anak-anak yang tidak bisa bersekolah karena alasan transportasi. (DRPM)