Departemen Kajian dan Aksi Strategis, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menjadikan Pemilu 2014 sebagai salah satu isu strategis yang diangkat tahun ini. Sebagai langkah pengawalan terhadap pesta demokrasi lima tahunan tersebut, Departemen Kastrat BEM UI mengadakan diskusi publik bertajuk “Kawal Pemilu 2014: Membedah Kekuatan Mahasiswa di Dalam Pemilu”. Diskusi Publik yang diselenggarakan di Balai Sidang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) pada Senin (25/11) ini bekerjasama dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), sebuah LSM yang bergerak di bidang pendidikan pemilu.

Pembicara pertama adalah peneliti Perludem, Khoirunnisa Agustyati. Ia memulai diskusi dengan menjelaskan kriteria yang membuat seseorang bisa disebut sebagai pemilih dalam pemilu. Setelah itu, ia menyoroti penurunan partisipasi masyarakat dalam 3 pemilu terakhir, yaitu pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009. Rata-rata terjadi penurunan sebesar 10% setiap periodenya.

Ia menjelaskan beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya hal tersebut. Di antaranya adalah sistem politik yang ada tidak memberikan pemilih akses untuk memengaruhi kekuasaan serta menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan partai politik. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu cara yang efektif adalah setiap orang harus mau menjadi pemilih yang cerdas. Ia harus mengenali betul sosok yang ia pilih beserta program yang diusungnya. Selain itu, ia harus mengawasi kinerja calon yang sudah terpilih.

Selanjutnya, Ali Abdillah, Ketua BEM UI 2013 menjelaskan peran organisasi yang dipimpinnya dalam mengawal Pemilu 2014. Ia mengaku, saat ini, bersama BEM universitas lain, BEM UI sedang berupaya merangkul partai politik agar bersedia membangun komitmen dalam melaksanakan beberapa kebijakan strategis, misalnya, ketika nanti sudah mendapatkan kursi di DPR. Selain itu, BEM UI akan membantu melakukan sosialisasi terkait Pemilu 2014 melalui program Community Development yang berada di bawah naungan BEM se-UI.

Pembicara terakhir, Nelson Simanjuntak yang juga anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, menyoroti tingginya permasalahan yang timbul saat pemilu. Menurut data yang disajikannya, pada pemilu legislatif 2004, terdapat 252 perkara yang diajukan ke MK. Angka ini meningkat pada 2009 hingga mencapai 627 perkara.

Dugaan pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu jumlahnya cukup besar. Jumlah anggota Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, maupun Panwaslu Kabupaten dan Kota tidak akan cukup untuk mengawasi seluruhnya. Untuk itu, ia berharap masyarakat dapat berperan aktif turut mengawal proses pemilu. Salah satu cara konkret yang dapat dilakukan adalah menjadi relawan pengawas pemilu melalui LSM maupun Panwaslu. (IRH)