Bagaimana Kabar Statuta UI?
Statuta UI sempat menjadi pembicaraan beberapa waktu lalu baik di kalangan mahasiswa ataupun tenaga pendidik di UI. Namun sebenarnya banyak sekali sivitas akademika UI yang belum mengetahui apa itu statuta UI, bagaimana awal mula statuta ini tercetus, juga bagaimana perkembangannya sampai saat ini.
Apakah sebenarnya statuta UI itu? Mengapa statuta UI itu menjadi begitu penting? Statuta sebenarnya merupakan anggaran dasar bagi perguruan tinggi yang dipakai sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program, dan menyelenggarakan kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan perguruan tinggi. Jadi dapat dikatakan bahwa statuta UI adalah dasar yang dipakai sebagai rujukan pengembangan peraturan umum, peraturan akademik, dan prosedur operasional yang berlaku di UI. Hal-hal yang diatur dalam statuta UI ini antara lain adalah mekanisme pengangkatan jabatan struktural, pengaturan keuangan UI, sistem penerimaan UI, dan penyelenggaraan kegiatan akademik. Karena itu, statuta ini menjadi penting karena semua kegiatan di UI akan bersumber dari statuta ini, mulai dari pemilihan rektor sampai kegiatan belajar mengajar.
Begitu pentingnya statuta ini sehingga dalam prosesnya pembuatannya perlu melibatkan sebuah tim sendiri yang terdiri dari para pemangku kepentingan di UI. Tim Perumus Statuta UI terdiri atas perwakilan unsur MWA (Majelis Wali Amanat), perwakilan unsur SAU (Senat akademik Universitas), perwakilan unsur DGB (Dewan Guru Besar), perwakilan unsur eksekutif, perwakilan unsur dosen, karyawan, dan mahasiswa dengan proporsi dua orang perwakilan. Tim ini harus bekerja maksimal sampai batas akhir pembahasan statuta UI di bulan November 2012, namun pada akhirnya diperpanjang sampai bulan Desember 2012 kemarin. Draf statuta yang disampaikan ke Dirjen Dikti sebelumnya telah melalui mekanisme perumusan oleh tim ini.
Statuta ini sendiri telah melalui proses yang panjang. Hal ini bermula dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 152 Tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN), kemudian dikeluarkanlah Undang Undang No. 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Paradigma UU BHP adalah untuk menegaskan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga negara. Namun, pada 31 Maret 2010 akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 sehingga harus dibatalkan.
Tak lama kemudian, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 2010 tentang perubahan atas PP No. 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran Pendidikan. PP No. 66 ini dikeluarkan dengan tujuan untuk mengisi kekosongan hukum dan memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia. Namun hal tersebut malah menimbulkan dualisme peraturan antara PP No. 66 Tahun 2010 dan PP No. 152 tahun 2000.
Dualisme ini menimbulkan penafsiran berbeda di kalangan internal UI sendiri mengenai aturan mana yang harus digunakan dalam mengelola Universitas Indonesia. Salah satu bentuk penafsiran yang berbeda ini tercermin dari pembentukan Senat Universitas (SU) sebagai organ berdasar PP 66 tahun 2010 oleh Rektor UI saat itu. Sedangkan MWA UI (yang keberadaannya dihapuskan oleh PP 66 tahun 2010 ) ternyata masih tetap membentuk Senat Akademik Universitas (SAU) sebagai organ resmi berdasarkan PP 152 tahun 2000. Akhirnya ada dua organ yang memiliki fungsi sama hidup di UI dengan pendirian mereka masing-masing.
Untuk menyikapi hal ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan turun tangan dan membuat kesepakatan antara Rektor UI, MWA, dan Mendikbud untuk membuat Tim Transisi UI yang bertugas untuk menentukan aturan mana yang akan digunakan oleh UI, sekaligus membentuk statuta UI. Tim Transisi ini akhirnya terbentuk pada tanggal 22 Desember 2011. Organ-organ yang pernah dibentuk sebelumnya dibubarkan dan sepakat memilih PP 152 tahun 2000 sebagai acuan hukum UI.
Dinamika kembali muncul ketika proses pemilihan Rektor UI 2012-2017 digelar. Putusan sela keluar dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas gugatan mantan anggota SU dan Paguyuban Pekerja UI yang menggugat Mendikbud, Tim Transisi, dan Rektor UI. Untuk menghargai putusan hukum tersebut, MWA UI dengan tegas menunda pemilihan Rektor UI. Hingga akhirnya SU mencabut gugatan karena Mendikbud menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No. 33 tahun 2012 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada Perguruan Tinggi yang Diselenggarakan oleh Pemerintah yang mengacu pada PP 66 tahun 2010. Hal ini dianggap telah mengakomodasi tuntutan SU yang menginginkan PP 66 tahun 2010 hidup di UI sehingga SU kembali mendapatkan wewenangnya dalam menjalankan fungsi pertimbangan dan pengawasan akademik.
Pasca pencabutan gugatan SU, MWA kembali meneruskan pemilihan Rektor UI yang sempat tertunda. Namun, putusan akhir dari PTUN mengatakan Surat Keputusan (SK) Mendikbud yang mengangkat Tim Transisi cacat hukum dan harus dicabut. Dampak dari putusan ini adalah seluruh produk dari tim transisi dinyatakan cacat hukum. Kondisi yang tidak berujung ini membuat MWA melakukan tindakan agar pihak yang tergugat melakukan banding agar putusan PTUN tersebut tidak mengikat sehingga organ-organ UI masih berkekuatan hukum sampai ada hasil banding. MWA pun menginisiasi proses damai antara penggugat dan tergugat. Namun proses ini tidak bisa berjalan dengan mudah karena kedua belah pihak tetap dalam posisinya masing-masing. Kondisi ini menyebabkan perdebatan antara pemberlakuan PP No. 66 tahun 2010 dan PP No. 152 tahun 2000 sebagai payung hukum UI menjadi tidak ada titik temu.
Di tengah-tengah perdebatan ini, Mendikbud mengesahkan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Akhirnya, MWA pun menetapkan bahwa MWA akan menjalankan amanah dari UU ini. Dalam UU tersebut, UI dengan 6 BHMN lainnya menjadi PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) yang harus menyusun statuta sebagai anggaran dasar UI. Status PTN-BH, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, memperlihatkan status UI sebagai PTN yang otonom sehingga statuta ini akan memperlihatkan dan mempertegas apa dan bagaimana tata kelola UI ke depannya. Banyak pihak berharap dengan adanya statuta UI ini maka kebingungan atau dualisme yang terjadi di dalam internal UI akan segera berakhir dan UI sendiri dapat segera melaksanakan kegiatan pengangkatan rektor sesuai dengan hukum legal-formal yang ada sehingga semua kegiatan di UI dapat berjalan dengan lebih baik lagi. Saat ini statuta UI sendiri sudah rampung dan sedang dalam masa kajian oleh Kantor Pelayanan Hukum dan Peraturan (KPHP) untuk nantinya hasil kajian ini akan dipublikasikan ke publik melalui rilis resmi universitas. (WND)
- Login to post comments