Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) Fisika 2013 menyelenggarakan Seminar Umum bertema “Sustainability of Future Clean Energy” pada Jumat (25/10), di Ruangan B101 FMIPA UI, kampus Depok. Seminar ini merupakan salah satu rangkaian acara Pesta Rakyat Fisika 2013. Hadir sebagai pembicara adalah Bapak Dr.Eng. Yunus Daud, Dipl.Geotherm.Tech., M.Sc.yang membahas materi “Geothermal Energy In Indonesia: Resources, Technology, and Manpower”.

Dalam ulasannya, Dr. Yunus menekankan bahwa geothermal adalah sumber energi yang bisa dikatakan bersih, sustainable, tidak bisa diekspor, dan renewable. Indonesia sebagai salah satu negara yang masuk dalam gugus ring of fire memiliki potensi geothermal yang cukup besar bila dibandingkan dengan sumber energi tidak terbarukan seperti batubara dan minyak. Data terbaru menunjukkan bahwa potensi sumber energi geothermal di Indonesia mencapai 29.000 MW. Kebutuhan energi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun tidak lagi hanya dapat dipenuhi oleh sumber daya energi tak terbarukan karena persediannya semakin lama semakin sedikit akibat penggunaan terus menerus padahal untuk membentuknya membutuhkan waktu yang lama. Energi geothermal dianggap dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Dr. Yunus menyatakan, geothermal dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, geothermal dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Secara tidak langsung, geothermal dapat dimanfaatkan untuk pemanasan green house, bisa digunakan pula dalam bisnis tanaman bunga, buah-buahan, dan ikan dengan memanfaatkan energi panas dari geothermal.

Saat ini, di Indonesia sudah terdapat kurang lebih 253 lokasi total daerah yang memiliki potensi geothermal, mulai dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Papua. Energi geothermal, menurut Dr. Yunus, biasanya terdeteksi dan terdapat di daerah-daerah dataran tinggi dan letaknya di tengah hutan. Itulah salah satu kesulitan yang seringkali ditemui di lapangan untuk mengeksplorasi energi geothermal. Selain wilayahnya yang cukup menantang, biasanya sumber energinya pun tersembunyi serta sumbernya agak dalam (sekitar 1-3 km). Diperlukan teknologi yang canggih untuk melakukan eksplorasi serta mencari sumber energi geothermal. Ketika sudah ditemukan wilayah yang terdeteksi getothermal maka dibutuhkan waktu sekitar 5-7 tahun untuk pengembangan geothermal itu sendiri agar dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sebelum dibor, perlu dilakukan survei dan pengecekan daerah yang diduga memiliki potensi geothermal yaitu dengan melakukan geological survey, geothermal survey, dan geochemical survey.

Dr. Yunus mengatakan, potensi geothermal Indonesia masih belum dikembangkan dengan baik sampai sekarang. Target pemerintah untuk mengembangkan energi geothermal hingga 6.000 MW juga belum terlaksana dengan baik. Begitu pula dengan ahli profesional dalam bidang geothermal yang masih sedikit sekali jumlahnya di Indonesia. Belum lagi masalah regulasi dan juga birokrasi kerap menjadi kendala untuk pengeksplorasian dan pemanfaatan energi geothermal. Untuk itu, pemerintah diharapkan lebih serius lagi dalam mendukung pemanfaatan energi geothermal yang juga akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, ia juga mengingatkan bahwa tidak hanya lulusan fisika atau peminat geothermal saja yang dapat berkontribusi dan mengembangkan energi geothermal. Bidang studi teknik dan ilmu-ilmu sosial juga diperlukan sehingga semua harus saling membantu dan bersinergi untuk pemanfaatan energi geothermal yang lebih baik di masa depan bagi negeri tercinta. (RF)